4 Tingkatan Kwalitas Cinta
Salah satu sentral maqamat tasawuf adalah cinta atau mahabbah, dan tokoh sufi yang biasa menjadi acuan maqamat cinta ini adalah Rabi’ah al- ‘Adawiyah.
Ketika Rabi’ah ditanya apakah ia membenci setan, ia menjawab bahwa
cintanya kepada Tuhan tidak memberi tempat di dalam hatinya untuk
membenci kepada siapa pun. Dalam konsep tasawuf, tingkat cinta Rabi’ah
al- ‘Adawiyah itu merupakan cinta yang tertinggi kualitasnya.
Dalam kitab Ihya ‘Ulum al-Din, Imam Ghazali menjelaskan bahwa kualitas cinta terbagi menjadi empat tingkatan.
♥ – Pertama, cinta
diri (al-muhibb linafsih), yakni orang yang hanya mencintai dirinya
saja. Segala macam kebaikan, kesetiaan, pengorbanan, dan kesungguhan
orang lain diukur dengan apakah berhubungan dengan kesenangan dirinya
atau tidak. Cinta model ini, Imam Ghazali menyebutnya sebagai yang
terendah kualitasnya.
♥ – Kedua, adalah cinta
kepada orang baik sepanjang kebaikan orang lain itu membawa kebaikan
bagi dirinya (al-muhsin alladzi ahsana ilaihi). Ia siap membayar cinta
dengan cinta, kehangatan dengan kehangatan, pemberian dengan pemberian.
Sebaliknya, jika orang itu menjadi dingin ia pun membalasnya dengan
dingin, bahkan ia pun siap dengan kebencian manakala orang itu
membencinya.
Kualitas cinta seperti ini tak ubahnya seperti cinta pedagang,
artinya ia siap memberi sebanding dengan apa yang ia terima, pedagang
pekerjaannya mencari keuntungan, dan kalau ia mau bersusah payah adalah
karena ia membayangkan keuntungan yang bakal diterimanya. Psikologi
cinta pedagang, menurut Ghazali, adalah terletak pada kepuasannya
menerima, bukan pada memberi.
♥ – Ketiga, adalah cinta kepada orang baik
meskipun ia tidak memperoleh apa pun dari orang baik itu. Kualitas cinta
seperti ini seperti cinta seseorang kepada Nabi SAW atau kepada ulama
terdahulu. Meski tak pernah berjumpa dengan mereka, ia mencintainya,
ingin meniru kebaikannya, mau berkorban demi ide-idenya. Bahkan ketika
mempunyai anak, ia memberi nama dengan namanya. Psikologi cinta orang
seperti ini, Ghazali menjelaskan, terletak pada kepuasan memberi, bukan kepuasan menerima.
♥ – Keempat, adalah cinta kepada kebaikan
an sich, tanpa embel-embel (al ihsan mahdlah). Bagi orang yang memiliki
kualitas cinta seperti ini, kebaikan, ketulusan, kesungguhan,
pengorbanan adalah suatu nilai yang bisa berpindah-pindah. Orang memang
terkadang baik, tulus, dedikatif, tetapi suatu saat bisa berubah
sebaliknya.
Karena itu, orang yang memiliki cinta kualitas tertinggi ini tidak
melihat orang, tetapi sifatnya. Sebagai misal, penjahat yang kemudian
bertaubat lebih ia cintai dibanding ulama yang kemudian murtad.
Ketulusan orang kecil, lebih ia cintai dibanding kefasikan pembesar.
Cinta dalam kualitas seperti inilah yang dapat mengantar orang pada
cinta kepada Tuhan, karena Tuhanlah yang Mahabaik, Tuhan adalah kebaikan
itu sendiri. Semoga kita dapat mencapai cinta yang berkualitas tinggi
ini.
0 komentar:
Posting Komentar